ITO EMBUNGGANDA, MENGGORENG KEHIDUPAN


Ito Embungganda,

‘Menggoreng’ Kehidupan

Kadang HUT saya Ito lupa, tetapi kalau HUTnya Ito, saya masih ingat. Saya selalu ingat karena saya adalah ‘kakaknya’ 4 hari. Ito lahir tanggal 29 sementara saya mendahuluinya tanggal 25. Kata orang, suami terbaik lahir di bulan Agustus, hal mana ditemukan di banyak kaos yang dibuat. Saya rasa benar juga sih kata orang itu.

Anak Larantuka

Banyak orang tidak tahu kalau Ito itu ‘anak Larantuka’ dan melewati masa kecil (sampai kelas 2 di SDK 1 Larantuka). Ito lahir di Larantuka saat bapa Raimundus Ba’a (mama Dafros Dee’) berada di sana (1960-1975).

Tidak heran kalau lihat ‘tabiat’ dalam arti kelakarnya sangat tipikal orang Larantuka. Atau bahwa dia dekat dengan Andre dan Tias, itu semua tentu ada akar masih kecil. Saya pun pernah heran, mengapa Ito juga tahu lagunya Wens Kopong? Tentu itu bukan karena demi megnambil hati Matias, tetapi konon, bapa Raimundus juga pernah ditugaskan di Adonara (tidak tahu tepatnya di mana. Jangan-jangan di Lamahelan dan sempat main dengan Tias saat kecil).

Ito melewati masa kecil, TK bahkan sampai kelas 2 SD di Larantuka, lincah bersosialisasi dengan sang ayah yang juga pemain bola Perseftim waktu itu dan smepat menjadi pengurus Golkar di Flotim.


Bapak Raymundus Ba’a dan Dafros Dee’

 Tahun 1975, saat berada di kelas 2, Ito ikut orang tua ke Ende. Tentu bahagia dapat ‘pulang kampung’ dan dapat merasakan jadi orang Ende. Tetapi kebahagiaan itu tidak bertahan lama. Hanya 9 tahun mengalami ‘kebahagiaan’ itu. Tahun 1984, saat sang kaka Baldy Embungganda di SMA kelas 1, Ito lagi Ebtanas SMP Ndao, Nona di SMP kelas 1, Rita di SD kelas 6 dan Gusty si bungsu masih di TK, bapa Raimundus meninggal secara mendadak karena pembuluh darah pecah.

Sebuah pukulan yang sangat hebat. Bapa Raimundus menjadi ‘tulang punggung keluarga’. Semua merasa kehilangan dan sudah menduga bahwa semua harapan dan cita-cita itu akan pupus semuanya. Tetapi Tuhan punya rencana lain. Selama hidup, bapa Raimundus dan mama Dafros punya semangat sosial yang tinggi, tidak saja di kantor tetapi juga di rumah dengan tetangga.

Rayja dan Dylon Embungganda

Di Kantor, karena punya relasi yang baik, maka Bupati memberikan perhatian khusus. Apalagi Baldy yang saat itu sekolah di Syuradikara, A1, IPA, selalu juara. Hal itu menjadi alasan, mengapa bupati dan pemda memberikan beasiswa untuk pendididikan anak-anak.

Kondisi mama sebagai janda dengan tanggungjawab yang besar, maka sejak kecil, semua anak sudah dilatih untuk mandiri. Kata Ito: “Kami dilatih utk kerja keras fisik terutama….macul kebun,tanam sayur,kacang,singkong,beternak bebek,ayam,babi”. Itulah yng bisa dilakukan mama Dafros yang menjanda dari umur 34 tahun, tetapi tetap berjuang sampai melihat anak-anaknya berhasil menjadi sarjana. Itu semuanya tentu tidak bisa dipisahkan dari semangat doa mama Dafros yang selalu dilakuakn setiap hari.

Rela Berbagi

Kalau lihat Ito, saya kog jadi ingat Pater Ozias Fernandez. Banyak kali dia ke Wairpelit untuk mengamati sikap para frater saat bermain bola. Kalau main bola bagus, pandai menggoreng (istilah kami orang kampung untuk menggantikan kaga menggiring bola), dan kerjasama team, maka akan lulus. Sebaliknya, kalau egois, akan langsung dicoret dan HER. Artinya, permainan mengungkapkan diri seseorang.

Hal itu buat saya ingat akan Roger Caillois (1961), dalam Man, Play, and Games. Ada yang bersifat agonistik dengan spirit persaingan yang ketat. Yang lainnya bersifat aleatoris yang mengandalkan keberuntungan seperti dalam bermain judi. Ada juga demi menguji adrenalin melalui permainan-permainan ekstrem. Dan yang terakhir, permainan mimicry atau mimesis yaitu bermain peran. Apa yang dihidupi diekspresikan melalui permainan dan permainan mengekspresikan kehidupan itu sendiri.

A friend in need is a friend indeed
(seorang teman yang hadir di kala dibutuhkan adalah teman sejati)

Hal terakhir inilah yang mau saya samapaikan tentang Ito. Kalau bermain dengan bola, dia tahu, kondisi teman-temannya yang main pakai lutut dan tendang seadanya. Tetapi Ito punay cara. Dia bisa bawa bola, ‘menggoreng’ bola lalu ketika sudah di depan gawang, dia bisa over ke temannya yang sepak ‘salah kena’ untuk isi gol. Itu yang Ito lakukan dengan Andris (yang sepak tidak jelas) dan saya juga yang hanya penggembira. Dia buat kita senang.

Di sinilah letak seorang Ito Embungganda yang begitu solider, setia kawan, dan selalu hadir untuk orang lain. Ia jarang banggakan dirinya. Lucu, tetapi dalam kelucuan itu ia memberi semangat kepada teman-teman lainnya. Lihat saja dari cara postingnya. Ia tampilan satu persatu foto orang lain, hanya mengumpan agar teman itu bergabung.

Semangat solider dan setianya Ito itu saya lihat lebih dekat saat istrinya, Riana Tumanggor sakit di RS Polri Kramat Jati. Saat ke RS, Ito tidak ada. Yang ada hanya Gusti adiknya. Beberapa saat kemudian, Ito baru datang, menceritakan ia baru dari rumah, menyiapkan makan untuk anak (Rainhart Rayja yang kini SMK kelas 12) dan Dylan Agustino yang kini SMP kelas 9, serta membawa makanan untuk sang istri (yang kebetulan saat itu dalam keadaan setengah sadar waktu itu).

Saya lalu sadar, betapa Ito sangat mencintai istrinya, Riana. Memang, kadang Ito sedikit ‘kasar’ dalam berkata karena mungkin sang istri kurang jaga pola makan. Tetapi selalu dinyatakan dalam lucu. Intinya, Ito sangat memerhatikan sang istri, dan membangunkan tanggungjawab kepada dua puteranya. Ia ada di situ seratus persen.

Saat di Bali, Ito ungkapkan hal itu meski dalam lucu-lucu. Ito sampaikan bahwa dia pun perlu ‘refreshing’, berada di antara teman-teman untuk memperoleh kekuatan. Dan itu ia luangkan. Baginya, berada di tengah keluarga mendampingi sang istri yang sakit itu sangat penting, tetapi seseorang perlu mendapatkan kekuatan ketika berada di antara teman-teman.

Jangan Menyerah

Di akhir pembicaraan saya coba tanya, apa pesan yang diperoleh dari sejarah hidup 51 tahun ini? Dengan spontan yang menggambarkan apa yang diungkapkan sesuai, Ito mengungkapkan hal berikut: “berpikir positif, berteman, menyapa, baik hati, kerja keras dengan arah yang jelas, jangan nyerah, tunjukkan kelebihan diri, rendah hati, akui kelebihan yg lain sambil belajar”.

Keluarga Cemarah

Pengalaman sederhana tetapi tentu penuh makna. Peristiwa hidup akan terjadi dan terus terjadi. Semuanya bisa baik, bisa buruk. Kadang senang kadang susah. Tetapi itu sebenarnya hanya reaksi atas fakta yang sama. Peristiwa sedih bila dilihat secara positif pasti punya makna di baliknya. Demikigan juga peristiwa gembira tetapi kalau dilihat dengan iri hati, maka semuanya menjadi jelek.

Hal itu ditunjukkan Ito. Hanya pernah 16 tahun hidup dengan ayah dan sisanya 45 tahun tidak pernah lagi bertemu dengan ayah. Kondisi itu dijalanin secara mengalir. Demikian juga penyakit yang diderita sang istri hingga tidak bekerja 4 – 5 bulan (syukur baru bisa bekerja lagi).

Tapi semuanya itu harus dijalani saja. Ibarat bermain bola, tergantung bagaimana cara kita ‘menggoreng’ (maksudnya menggiringnya) kehidupan itu sendiri. Baik dan benarnya tergantung dari cara pandang.

Tetapi juga jangan lupa agar ‘goal’ yang dihasilkan, juga memberi ruang bagi orang lain. Hal itulah yang membuat Christophorus Bernardus Embungganda menjadi seperti sekarang ini.

Perjuangan itu apapun dan seberat apapun kalau dipikul bersama akan menjadi ringan. Mungkin karena itu, di bebagai postingan, Ito tak capeh-capehnya mengharapkan keterlibatan teman-teman. Baginya, persahabatan itu dapat menjadi penyokong bagi kita baik saat kita sehat maupun sakit.

Di HUT ini, saya ucapkan selamat Ulang Tahun Ito. Semoga pengalaman, daya juang, dan juga solidaritas dan pertemanan itu menjadi hal yang terus dikembangkan. Kami bangga bersamamu. (Robert Bala, 29 Agustus 2019).