SIAPA (YANG AKAN JADI) BUPATI LEMBATA?

 

SIAPA (YANG AKAN JADI)

BUPATI LEMBATA?

Pertanyaan ‘siapa yang jadi bupati Lembata’ merupakan hal yang sangat sulit dijawab. Masing-masing calon kandidat mengklaim telah menguasai medan perjuangan. Sesuai laporan timses (yang tentunya memberikan jawaban positif dan optimistis) semua calon mengklaim diri bakal menang.lembata

Klaim kalah menang memang hal biasa. Setiap orang boleh mereka-reka kemenangan. Tidak salah. Kalau sudah putuskan maju, berarti ingin memperoleh kemenangan. Kalau menganggap diri akan kalah, maka mengapa harus berjuang?

Politik Cerdas

Kehadiran di Lembata hanya dalam 10 hari tentu tidak bisa berbuat sesuatu. Kalau pun bisa berkampanye, juga waktu yang tidak cukup untuk mengubah ‘mindset’ orang. Selain itu, kelihatan semua orang sudah punya pilihan masing-masing.

Sebagai tamu, sepantasnya saya bisa menemui semua kandidat. Itu pilihan yang cerdas karena sebagai ‘orang asing’, saya tidak kenal apa yang tengah terjadi di lapangan. Memang melalui medsos, kita bisa merekam sedikit reaksi orang, tetapi itu tentu saja tidak cukup untuk memberi penilaian.

Kali ini saya hanya bisa menemui 60% (+1) dari kandidat. Artinya ada 3 pasang calon yang saya temui ‘+ bapak Penjabat Bupati. Dengan melihat dan merekam reaksi verbal tentang dukungan pak penjabat pada VMW, maka bisa dikatakan bahwa saya sukses menemui 80%. Saya hanya tidak sempat kunjungi pasangan independen, Paket Halus.

Apa kesan saya terhadap keempat paket tersebut? Mereka adalah putra terbaik Lembata dengan wawasan yang luar biasa. Dengan berkeliling Lembata selama beberapa bulan terakhir, mereka telah mengetahui permasalahan yang dihadapi di lapangan.

Saya lalu bayangkan andaikata setelah pemilukada mereka masih bisa bekerja sama? Pernyataan ini penting karena dalam pilkada hanya ada satu pasang yang menang. 4 kandidat lainnya kalah. Jadi dari segi peluang menang dan peluang kalah maka berbeda. Setiap orang hanya bisa menang 20%. Tetapi ia punya peluang untuk kalah 80%.lembata2

Dengan kondisi ini, mestinya selama periode ini dilakukan sebuah kampanye politik yang cerdas. Program luar biasa ditampilkan tanpa perlu begitu ironis dengan kandidat lain. Yang terjadi, selama periode ini, ironi, black campaign, ujaran kebencian begitu kuat.

Tentu saja yang memiliki peluang lebih besar adalah petahana. Hal itu wajarnya. Selama periode yang lalu ia telah menjadi bagian yang membangun atau merusak Lembata. Tetapi berhadapan dengan begitu banyaknya kandidat maka sudah bisa dipastikan, perhatian pemilih akan terpecah. Pada giliranya, petahana dengan segala kekurangan dan kelebihannya diperkirakan akan menang.

Logikanya sederhana saja. Apabila yang dilakukan selama ini salah maka kritikan itu sangat fokus. Masalahnya, setiap kendidat hanya mengambil sedikit saja dari kekurangan dan coba menampilkan dirinya sebagai ‘penambal’ kekeliruan itu. Padahal sebagai pemimpin, kita tidak hanya mengkritik sedikit dan menawarkan sedikit. Seorang pemimpin perlu mengetahui kekurangan secara banyak dan menawarkan sebuah solusi yang komprehensif.

Dari semua kendidat ini, harus saya akui bahwa pada akhirnya Herman Wutun dan Victor Mado Wutun akan menjadi lawan cukup sengit dari petahana. Herman akan hadir dengan ide-ide menawarkan pembaruan Lembata. Dengan link kerja secara internasional dan begitu banyak MOU yang sudah dilakukan untuk bekerjasama dengan orang atau negara lain, maka ide segar itu akan sangat bagus untuk Lembata ke depan.

Sayangnya, kecerdasan Herman Wutun mestinya perlu diperkuat dengan upaya memengaruhi basis primordialisme. Artinya, sejauh mana bisa menggaet dukungan dari Ile Ape dan Kedang yang merupakan basis cukup besar pemilih? Nampaknya masuknya Vian Burin mendampingi Herman lebih merupakan upaya karena Vian menjadi Ketua Gerindra Lembata. Kualitas Vian memang tidak diragukan. Tetapi dalam menggait dukungan suara, mestinya bila ada kandidat yang selevel Vian dari daerah Ile Ape, maka kandidat itu diprioritaskan.

Kehadiran Victor Mado Watun bisa menjadi saingan. Apalagi Victor menggandeng Nasir seorang muslim. Kelihatan pasangan ini diharapkan mendapatkan suara dari pemilih muslim. Meski melihat kondisi Lembata yang tidak primordial dalam hal agama maka tidak bisa dipastikan bahwa semua orang muslim akan mendukung Nasir.

Pada sisi lain, selama 4 tahun terakhir, Victor seakan ‘hadir’ tetapi tidak ada. Yang dimaksud, rengganggnya hubungan dengan Bupati, atau terlalu mengambil posisi ‘bersama rakyat’ mengakibatkan kehadiran selama ini tidak efektif. Wakil bupati, bisa hadir dalam berbagai event tetapi ia tidak memiliki kekuatan. Ia mendengarkan orang tetapi tidak bisa membuat keputusan. Karena itu dengan mengambil posisi ‘berseberangan’ dengan bupati, ia sebenarnya juga tidak bisa berbuat banyak.

Menerima

Melihat gambaran di atas, maka bisa diprediksi bahwa lima tahun ke depan, Yentji Sunur masih akan menjadi Bupati Lembata. Kemenangan yang diperoleh tentu bukan karena program atau pendekatan yang spektakuler tetapi lebih berutama karena ia bisa memanfaatkan banyaknya kandidat yang sudah ada.

Karena kenyataan ‘show must go on’, tidak akan mundur ke belakang lagi, maka kita hanya bisa berandai-andai. Yentji Sunur hanya bisa dikalahkan ketika hanya bisa kandidat berhadapan dua orang (paling banyak tiga). Kita berasumsi saja, bila Herman Loli Wutun dan Victor Mado Watun bisa bersatu (Watun-Wutun atau Wutun-Watun) maka menjadi sebuah kekuatan dahsyat. Bisa dibayangkan bahwa kepastian mengambil alih kekuasaan itu sudah 90%.

Tetapi ketika keduanya berpisah, apalagi pada saat bersamaan, Herman Wutun ‘hanya’ didampingi Vian Burin juga yang seasal dengannya dan Victor Mado didampingi oleh ‘Nasir’ maka sudah dipastikan tidak akan mudah merebutk kekuasaan itu dari Yentji Sunur.

Lebih lagi Yentji cukup cerdas mengambil wakil seorang akademisi, Dr. Thomas Ola  Langoday. Yentji melihat bahwa banyak kritik ditujukkan kepadanya oleh latar belakang akademis. Saya justru melihat bahwa yang Yentji Sunur peroleh itu bersifat ganda. Selain ‘akademisi’, juga Thomas adalah seorang ekonom, akademisi, yang akan melengkapinya dalam kepemimpinan lima tahun ke depan.

Lebih lagi, dalam pengenalan singkat saya dengan Thomas, dapat saya pastikan tentang kesederhanaan diri dan kepolosan serta kejujuran seorang Thomas. Ia menrupakan pribadi yang tanpa intrik yang memperkaya diri oleh kekuasaan yang diperoleh. Ia akan sangat rendah hati mendampingi Bupati yang berpendidikan lebih rendah tetapi ia tahu posisinya.

Tetapi analisis ini bisa saja keliru (namanya juga analisis). Yang jadi pesan bahwa Lembata ‘terlalu kecil’ dan dari sisi ekonomi dibanding dengan banyak kabupaten di negeri ini, maka ia ‘nyaris’ diperhitungkan. Karena itu kalau orang mau membangun Lembata mestinya tidak tergantung pada posisi harus pertama atau kedua. Yang ada hanyalah ketulusan dan kemauan untuk bekerjasama.

Kalau kita punya prinsip itu maka semestinya tidak banyak kandidat yang ingin maju (atau coba-coba maju). Mestinya dari awal, pemimpin partai politik merendah dan bisa memengaruhi piminan di pusat untuk memilih orang yang bisa bekerjasama (dan bisa menang) dan bukan bertarung asal mengadu nasib.

Tetapi sekali lagi ini hanya pengandaian di siang bolong karena kenyataan, semua orang Lembata mau jadi bupati atau wakil. Yang penting bisa tampil tetapi kurang menganalisis mempertanyakan mengapa maju dan terutama apakah ia ‘beruntung?’

Robert Bala, 5 Februari 2017).