PRODIAKON ‘YES’ HOMILI ‘NO’

PRODIAKON “YES” HOMILI “NO”

Banyak orang mau menjadi prodiakon. Minimal turut membagi ‘tubuh dan darah Kristus’. Tetapi apa yang terjadi ketika seorang prodiakon harus berkhotbah? Inilah ketakutan yang sangat besar. Banyak orang memilih mundur karena tidak bisa berkhotbah.prodiakon1Bagi yang mau pun sudah disusun strateginya. Yang dimaksud, tinggal membaca homili yang sudah disiapkan. Ada prodiakon yang sudah ‘lincah’. Mereka telah menyusun homili ‘siap saji’. Karena itu tinggal membacanya.

Ini adalah sbuah kekeliruan. Keliru karena berkhotbah tidak saja mengandalkan menyampaikan ‘Sabda Tuhan’. Memang Sabda inilah yang harus diwartakan. Tetapi agar sebauh proses komunikasi dapat berjalan maka sangat diandaikan adanya penerima (receiver) atau komunikan yang menerimanya.prodiakon3

Di sini komunikan atau penerima bukan sekedar umat yang harus menerima apapun yang disampaikan. Mereka adalah umat Allah. Mereka perlu dihargai. Joan Mohanna menulis bahwa banyak kali ‘umat Allah’ kurang mendapatkan penghargaan setinggi Sabda Allah.

Penghargaan itu diterima melalui pengetahuan tentang kenyataan hidup mereka. Kehidupan, kesedihan, kegembiraan, dan seluruh perasaan itu hanya bisa diketahui ketika kita secara langsung berhadapan dengan mereka. Hal itu tentu berbeda dengan khotbah yang sudah ditulis. Ketika dibaca, maka realitas pendengar tidak pernah diperhitungkan.cover-final-homili-yang-membumiBuku HOMILI YANG MEMBUMI justru memberikan pautan bagaimana harus menyusun sebuah homili. Seorang prodiakon harus tahu menyusun sendiri Sabda Allah. Hal itu harus dilakukan karena dnegan itu akan menjadikan homilinya lebih ‘hidup’ dan ‘mengena’. Ia melihat dan merasakan apa yang diharapkan pendengar saat mengarahkan tatapannya penuh makna.

Tatapan hidup itu akan mengundang dan mengondisikan pengkhotbah untuk menyampaikan Sabda Tuhan secara hidup. Membaca seluruh buku 320 halaman ini dapat memberikan inspirasi. Sekali lagi yang disajikan bukan sesuatu yang ‘siap pakai’ tetapi sesuatu yang mendidik dan memberikan petunjuk tentang bagaimaan seharusnya membuat sebuah homili.

Semoga buku HOMILI YANG MEMBUMI dapat membantu para prodiakon dalam menyusun renungan atau homili. Homili yang Membumi memberikan inspirasi bagaimana prodiakon juga dapat membuat homili. Sebuah homili yang disusun sendiri berdasarkan permenungan pribadi akan membawakan kebahagian.

Tentu proses untuk menghasilkan sesuatu butuh waktu. Seseorang tidak bisa langsung menjadi pengkhotbah atau orator yang baik seketika.Butuh proses karena seperti kata para pujangga: POETA NASCITUR, ORATOR FIT (Penyair dilahirkan tetapi pengkhotbah (orator) itu dijadikan. Artinya dengan jatuh bangun, dengan gagal dan gagal, baru akhirnya orang dapat menghasilkan homili yang baik. resensi-homili-yang-membumiAtau mengutip pepatah china, langkah seribu dimulai dari langkah pertama. Karena itu merumuskan homili sendiri adalah langkah pertama yang akan menjadi langkah 100, 1000 dan bahkan lebih dari itu. Selamat mencoba. Semoga buku HOMILI YANG MEMBUMI, Penerbit Kanisius dapat menjadi sebuah jawaban.