(ALM) YOHANES OLA ENGA, PESTA PERAK JADI PASIEN..

(ALM) YOHANES OLA ENGA,
“25 TAHUN / PERAK JADI PASIEN”

Pada bulan Juli 2015, saat liburan di kampung Lembata, sebuah acara yang direncanakan minimal tiap tiga tahunan, biasanya jadi ajang juga untuk bertemu dengan rekan-rekan, teman, dan kerabat. Salah satu di antaranya adalah teman saya Matias Daton Doni, SVD yang kini misionaris di Chile Amerika Selatan.MATIAS DATON

Bapa Yohanes Ola Enga, 30 tahun jadi pasien di kursi roda. Wafat, Sabtu, 9 April 2016, pukul 20.00 WITENG

Pertemuan dengan Matias sudah dilaksanakan di Jakarta. Itu sudah acara rutin. Setiap kali berlibur, saat datang dan pergi, biasanya via rumah kami. Itulah persahabatan yang tidak pupus oleh pengaruh dan kondisi apapun. Kali ini, pertemuan itu terasa belum lengkap kalau tidak dilengkapi di kampung.

Pada tanggal 4 – 5 Juli, pertemuan terjadi di Atawolo. Malam itu kami berdua harus turun ke Lerek, menginap di sana dan pagi harinya baru ke Atawolo bersama rombongan uskup Mgr Frans Kopong Kung, untuk misa peresmian Gereja stasi Atawolo. MATIAS DATON6Diego sangat akrab dengan ama Ola Enga. Kata Diego: “Pak, saya senang dengan Opa ini”, sambil memberkati ama Ola Enga dan keduanya tersenyum. 

Sebagai kunjungan balasan, pada tanggal 8 Juli, bersama anak saya Diego, kami bertiga ke Lamahelan Ile Boleng Adonara. Tujuannya untuk ketemu keluarga teman Matias, dan terutama bertemu bapak Yohanes Ola Enga.SENADAN

Saya sungguh rindu karena pertemuan kami adalah 25 tahun yang lalu. Saat itu ama Ola sudah menderita stroke dan berada di kursi roda. Artinya, selama itu, bapak Ola masih juga di kursi roda, melewati hari-harinya, didampingi isterinya tercinta, ina Yuliana Dera Mere.

?????????????

Terbiasa menderita….

Saya ingat baik tahun 1987. Saat kami naik kelas 3 SMA Seminari Hokeng, datang kabar yang tidak ditunggu-tunggu. Bapak Yohanes Ola Enga yang begitu antusias membiayai pendidikan 7 putera dan puterinya dan untuk itu harus pergi pulang Malaysia menderita stroke. Sebuah berita yang turut melumpuhkan semangat keluarga. Bagaimana tidak. Matias, anak sulung saat itu berada di SMA sementara yang lain ikut di belakang sebagai barisan yang menunggu solusi dari sang ayah.MATHIAS DATON

Dengan tujuan itu, ama Ola harus berangkat dari kampung Lamahelan menuju Malaysia. Ada keyakinan, dengan karya di Malaysia, bisa diperoleh sedikit ‘ringgit’ untuk dapat membiayai semua anak. Sementara itu tinggal di kampung Senadan, tidak akan mengubah nasib.MATIAS DATON4Setelah pergi pulang beberapa kali, perjuangan itu seakan sirna pada tahun 1987. Ama Ola mendapatkan stroke dan harus ‘pulang’ (dipulangkan) ke Senadan. Di sana, ia menempati rumahnya. Untung saja rumah itu berada di ketinggian. Dari sana, bapa Ola bisa memandang selat antara Adonara, Lembata, dan Solor. Sebuah pandangan yang terasa teduh dari kejauahan, hal mana membuat semangat hidup terus ada.

Saya beruntung bertemu ama Ola 5 tahun sesudahnya. Kalau tidak salah tahun 1992, saat tsunami di Maumere. Matias dan saya berlibur ke Senadan dan bertemu dengan bapak Ola. Suaranya hampir tidak bisa diidentifikasikan dengan jelas, tetapi senyumnya sangat khas. Ia hanya mengangkat jempolnya saat saya nyanyikan lagu dengan pantun yang tertulis di kampung lama: helan langowujdo, Senadan herun balik…MATIAS DATON DONIP. Matias Daton Doni, SVD, misionaris di Chile sejak tahun 1997. 

Perjalanan waktu yang sangat panjang sejak saat itu. Yang menakjubkan, ketujuh anak itu melewati hidup bak mengalir. Mama Deran yang setia mendampingi suami dengan penuh kasih sayang. Dengan daya juang ia menjual ‘wata knae’ (jagung titi), berjualan hasil kebun ke Lewoleba, Waiwerang, bahkan Larantuka. Juga menjual hasil tenun, dan apa saja yang bisa hanya agar ketujuh anaknya bisa bersekolah.MATIAS DATON7

Hasilnya memang luar biasa. Lima dari tujuh anak bahkan sampai menikmati pendidikan di Perguruan Tinggi jadi sarjana: P. Matias Daton Doni, SVD; Martina Uba Pati;  Martinus Enga Tela; Margareta Uba Bawa; Oktovianus Suban Arab. Dua yang lain, Antonius Reis Holan (Anton) harus menerima kenyataan jadi penjaga rumah adat di kampung lama. Sementara Nes (Agnes Tuto Nuge), karena sering sakit, tidak bisa melanjutkan sekolah.

Semua mereka merasakan sejak kecil bahwa hidup harus diperjuangkan. Dengan sangat dini mereka berjuang untuk bertanggungjawab. Mereka terbiasa menderita, tetapi justeru penderitaan juga yang mendewasakan mereka.

Perak Penderitaan

Setelah melewati proses penderitaan yang lama, pada tahun 2009, saat Matias libur di kampung, keluarga menyadari bahwa dalam tiga tahun ke depan, ayahanda mereka akan merayakan 25 tahun menjadi pasien. Sebuah perayaan yang tentu saja melukai. Biasanya pesta perak dirayakan atas sebuah kemenangan. Tetapi justeru kali ini terjadi untuk ‘menyukuri’ 25 tahun menderita.MATIAS DATON5

Bermisi di antara orang Chile, bermisi lewat media elektronik…

Acara itu pun akhirnya disiapkan dengan baik. Pada tahun 2012, keluarga besar merayakan pesta perak bapa Yohanes Ola Enga menjadi pasien. Sebuah perayaan yang dilakukan dalam keharuan. Rasa syukur bahwa bapa Ola telah hadir menjadi simbol perjuangan untuk hidup.YULIANA DERA MERE

Yuliana Dere Mere, jadi pendamping setia baik saat untung maupun malang. Turut merayakan 25 tahun merawat suami tercinta, Yohanes Ola Enga.

Rasa syukur karena selama periode itu, Ina Yuliana Dera Mere telah begitu tabah mendampingi suami tercinta. Sebuah pengorbanan yang tentu tidak sedikit, harus menjadi perawat dengan penuh kesabaran. Dengan kondisi suami yang hampir tidak bisa melakukan apa-apa termasuk urusan toilet, maka yang menjaga dan mendampingi adalah orang yang penuh kesabaran. Perayaan 25 tahun juga untuk kesabaran keluarga terutama isteri tercinta dalam mendampingi ama Ola.MATIAS DATON DONI3

Saat menelepon saat mengungkapkan rasa duka, ina Dera Mere, dari sana terdengar suara sedih. Ia tidak membayangkan bahwa ama Ola Enga harus pergi. Mama Dera ke Larantuka untuk beli obat. Saat pulang, ia dapati kenyataan bahwa ama Ola sudah tidak ada, hal mana membuatnya duka. Baginya, selama hampir 30 tahun ini, sang suami sudah menjadi bagian dari hidupnya.

Di atas segalnya, perak penderitaan tentu saja untuk keteguhan dan kesabaran hati menerima kenyataan hidup seperti yang dialami ama Ola Enga. Sesungguhnya baginya sebuah penderitaan yang tidak mudah diterima. Sebagai seorang pekerja keras, tidak mudah menerima kenyataan untuk berada di atas kursi roda.MATIAS DATON DONITetapi dengan perjalanan waktu, ia terima kenyataan. Itulah yang membuatnya bertahan hampir 29 tahun. Sebuah pelayanan yang luar biasa. Dengan kondisinya, dengan tatapannya, ia memberi harapan kepada anak-anak. Ia tidak bisa berbicara, tetapi anak-anak tahu yang ada dalam hatinya dan ingin disampaikan.MATHIAS DATON2

Ia menyalurkan optimisme yang tidak sedikit yang harus diteruskan dalam hidup masing-masing. Kini semuanya sudah memiliki pekerjaan, tentu saja berkat doa sang ayah dari kursi roda.

Jadi sumber….

Melewati proses derita ayah Ola Enga, sebagai teman dekat Matias, saya tidak pernah jemu-jemunya mengagumi teman saya, Tias (demikian panggilan kami). Nyaris terdapat kesedihan dalam dirinya. Ia selalu optimis. Tetapi saat berhadapan dengan adik-adik, Matias selalu hadir menjadi simbol pemerstau dan peneguh. Bagi semua adiknya, kreu Tias adalah ayah, memang pengganti ayahnya.MATIAS DATON8

Pater Tias lagi  membabtis seorang bayi di parokinya, Fresia Chile.

Pada hari Sabtu tengah malam (minggu dini hari) saat mendapatkan telepon dari Fresia Chile bahwa ama Ola Enga meninggal, saya terdiam. Saya rasakan betapa pedih hatinya teman saya Matias mendapatkan kabar ini. Tetapi dengan segera dari sana terdengar suara Matias: “Bapa saya telah jadi sumber kekuatan. Ia sudah lama menderita, tetapi ia mau tetap hidup untuk memberi kekuatan kepada kami. Kini ia pergi dalam kebahagiaan”, saya pun terdiam atas kata-kata ini.MATIAS DATON2

P. Matias diantar teman-teman misionaris di Chile sebelum balik menjenguk alm ayahanda Yohanes Ola Enga. 

Sejak kabar itu, saya mengikuti perjalanan yang sangat jauh yang harus dilewati oleh Matias dari benua sebelah dunia ke ujung lainnya. Dari Fresia ke Santiago dengan pesawat, sebuah perjalanan jauh. Matias hanya gambarkan, seperti dari Adonara harus ke Jakarta (Santiago).MATIAS DATON DONI2

Foto Yohanes Ola Enga saat merayakan 25 tahun jadi pasien…

Dari Santiago, pada Minggu malam (waktu Chile / pagi waktu Jakarta), Matias terbang ke Sidney selama hampir 14 jam. Sebuah perjalanan yang tentu saja melelahkan. Selanjutnya Matias terbang ke Denpasar. Dari sana, pada Rabu 13 April, Matias ke Maumere. Pada sore hari (hari ini, saat menulis), Matias menelepon dalam perjalanan laut dari Larantuka ke Waiwerang.MATIAS DATON4

Pada malam hari, saat tiba, Matias tidak lupa memberikan HP ke mama Yuliana Dera Mere untuk bisa bicara. Dari ujung saya hanya berucap turut berbelasungkawa. Terimakasih untuk kesabaran ina Dera mendampingi suami tercinta. Rasa terimakasih kepada ama Ola Enga yang telah jadi simbol kekuatan dalam derita yang menguatkan ketujuh anak, isteri tercinta, keluarga besar dan semuanya. Ama Ola Enga sungguh luar biasa, dan kisah hidupnya menderita 30 tahun patut jadi simbol karena jadi sumber kekuatan. (Robert Bala, Jakarta, 13 April 2016).