13. Menulis untuk Ada

Bagian Terakhir dari Dua Tulisan

Menulis untuk Ada

(In Memoriam Bernardus Kopong Gana)

Kehadiran media sosial seperti FB, Twitter, MSN, Link LN, dan cybermedia lainnya merupakan sebuah terobosan yang sangat berarti. Di sana dua kemampuan kreatif manusia dalam berbahasa memperoleh ruang untuk diwujudkan.

Di satu pihak, kemampuan menulis menemukan ruang. Setiap orang bisa menulis apa saja What’s on your mind (berupa paa yang sedang ada dalam pikiran), Status,  News Feed, yang intinya berupa ungkapan rasa yang sedang dialami. Lebih dari itu, isu yang paling santer dan berbobot pun bisa ditampilkan. Peristiwa wafatnya tokoh perdamaian selevel Nelson Mandela bisa menghiasa aneka media sosial hingga yang tidak pernah tahu tokoh sekaliber ini pun  dipaksakan untuk ikut ‘nimbrung’.recognition

Tidak hanya itu. Kemampuan berbicara juga memperoleh wujud realisasinya.  Apa yang ingin disampaikan dengan begitu cepat melalui jemari yang lincah dapat disampaikan secepat berbicara. Itu berarti semua orang bisa mendapatkan media untuk dapat menulis sesuatu.

Sayangnya, apakah media itu dimanfaatkan untuk menghasilkan sesuatu yang berbobot? Apakah pesan yang ingin disampaikan dapat dipahami secara tepat dan membawa pengaruh positif? Ini pertanyaan penting yang yang memberi makna pada sebuah tulisan di media, termasuk media online, dalamnya Flores Bangkit mendapatkan privilese khusus.

Perlu Membaca

Menghasilkan tulisan berbobot dalam waktu yang singkat dan dikejar ‘deadline’, tidak bisa dilakukan tanpa sesuatu yang sudah dimiliki sebagai dasarnya. Mengambil falsafah mesin ATM, kita tidak akan bisa menarik sesuatu keluar (uang), kalau kita tidak pernah menaruhnya terlebih dahulu. Keduanya saling berkaitan.

Lalu, apa yang mestinya dimiliki agar tulisan di media sosial yang menekankan kecepatan itu bisa bermakna? Tuntutan bahan bacaan menjadi sebuah keharusan. Dengan membaca, seseorang sudah mengumpulkan dalam dirinya berbagai informasi.

Memang dalam proses membaca ini tidak semua yang dibaca dirasakan manfaatnya dengan segera. Ia masih harus melewati proses pengendapan hingga akhirnya ketika tiba ‘timing’ atau waktu yang tepat, baru dikeluarkan dalam bentuk hasil karya.

Tak heran, penulis seperti Roberto Bolaño‎ (28 April 1953 – 15 Juli 2003)  penulis kawakan dari Chile: leer es más importante que escribir: yang artinya membaca adalah lebih penting daripada menulis. Hal itu tidak berarti menulis tidak penting. Tetapi menulis adalah mengungkapkan sesuatu yang sudah disimpan melalui bacaan. Dalam arti ini maka seseorang bisa saja membaca tanpa menulis, tetapi tidak bisa dipahami kalau seseorang bisa menulis tanpa membaca.

Dalam nuansa yang sama Stephen King menulis:  If you don’t have time to read, you don’t have the time (or the tools) to write. Simple as that. Waktu untuk membaca mengondisikan kemampuan untuk menulis. Sesederhana itu yang disampaikan. Itu berarti membaca menjadi kondisi untuk menghadirkan sebuah tulisan berbobot.

“Pernah Ada”

 

Fondasi berupa bahan bacaan merupakan langkah jitu untuk bisa menuju pada tahapan kreatif yakni menulis. Di sana apa yang diperoleh entah secara lisan maupun tertulis lewat bacaan dicernah dan dijadikan sebagai milik. Itu berarti apa pun yang datang diseleksi dan kemudian diamini sebagai bagian diri. Jelasnya, apa yang datang (dibaca), tidak diterima seluruhnya sebagai kebenaran hakiki. Ia ditinjau, dianalisis, diproses untuk dipertimbangkan. Ketika semua elemen terpenuhi dan kebenarannya dijamin, maka ia diterima sebagai bagian dari keputusan seseorang.

Proses menghasilkan tulisan tentu tidak mudah. Jatuh dan bangun menjadi bagian. Penolakan (kalau kita ingin agar dimuat di media dengan tingkatan kredibilitas yang tinggi), bisa saja menjadi pengalaman yang tak mengenakkan. Malah tidak terjadi hanya sesekali, malah banyak, hingga rasa frustrasi untuk meninggalkan sama sekali semangat menulis itu sendiri.

Tetapi itulah proses alamiah yang harus dilewati. Penolakan bisa saja berarti, apa yang disampaikan tidak sesuai dengan realitas. Ia juga dilakukan dengan aneka lompatan dalam kesimpulan sehingga terasa janggal. Hal itu belum terhitung proses penyampaian yang terlalu berbelit-belit sehingga nantinya akan menyulitkan pembaca dalam memahami bahan bacaan.

Tetapi semua proses itu adalah bagian yang mematangkan seseorang dalam menulis. Ia memberi inspirasi dan arah yang akhirnya bisa diambil hingga akhirnya sukses menghasilkan tulisan yang bermakna dan punya kualitas yang memengaruhi orang lain dalam pola pikir dan tindakan.pensil

Karya inilah yang akan dikenang. Di sini tepat apa yang diucapkan oleh penyair asal Venezuela: Federico Vegas, mengungkapkan apa yang sudah menjadi keyakinan banyak penulis. Baginya: Si no escribo, no existo (Jika saya tidak menulis, saya tidak ada).

Maksudnya jelas. Bila berbicara yang menunjukkan seseorang ada mengungkapkan keberadaan seseorang sekarang, maka menulis merupakan pengakuan yang bisa diberikan oleh generasi sesudahnya yang kebetulan tidak sempat bertemu secara fisik untuk mengakui keberadaan seseorang. Jelasnya, seseorang bisa diakui ‘pernah ada’, melalui tulisan.

In Memoriam

BKG, sebagai penulis media online Flores Bangkit dan media lainnya hanya mau menunjukkan beberapa aspek yang menjadi ‘concern’ kita.BKG2

Pertama, keberhasilan BKG menjadi seorang penulis tentu tidak muncul dengan sendirinya. Ia telah melewati proses panjang yang tentu saja melelahkan. Hal itu tentu diawali dengan rasa cinta pada bacaan yang nota bene bisa dilaksanakan oleh siapa pun juga.

BKG sendiri misalnya memiliki latar belakang yang tidak bersentuhan langsung dengan jurnalisme. Ilmu pertanian, jurusan sosial ekonomi, berbeda. Tetapi hal pasti yang ditunjukkan, apa pun bahan bacaan pada bidangnya dapat dicermati, didalami, untuk kemudian bisa disebarluaskan dalam tulisan. Hal itu membenarkan bahwa menulis bukan pertama-tama apa yang ingin disampaikan tetapi apa yang sudah didalami.

Itu berarti, yang paling penting adalah bahan bacaan. Dalam konteks ini, setiap orang dengan latar belakang keahlian, sudah memiliki sesuatu di dalamnya. Lebih lagi, apabila didalami secara baik, maka ia sudah menjadi profesional. Menulis hanyalah meruapakan tahan berikutnya untuk menyampaikan dengan bahasa sederhana dan menarik apa yang sudah dipelajari.

Di sinilah kesulitan yang sering dihadapi. Banyak orang yang barangkali sangat pintar dan diakui hal itu sebagai sebuah kebenaran. Sayangnya, ia pintar untuk dirinya tetapi belum mampu menunjukkan dengan cara sederhana agar orang lain pun dapat memperoleh imbas dari kecerdasannya itu.

Kedua, tulisan telah mengingatkan dan akan terus diingat bahwa BKG pernah ada. Ia tidak saja pernah ada dan dikenang lewat tulisan dan dedikasinya pada dunia tulis menulis, tetapi keputusan untuk mengabdi di kampung, telah memberi bobot tambahan yang membedakannya dari penulis pada umumnya. Ia mengingatkan, dengan kemajuan teknologi yang sekaligus memudahkan, seseorang bisa menjadi penulis dari sudut apa pun, termasuk dari ruang yang paling udik di negeri ini.

Kepergian BKG karena itu meninggalkan sebuah pembelajaran. Agar seseorang tetap dikenang, maka terbuka melalui tulisan. Atau mengutip Michel Butor:  Every word written is a victory against death. Dengan menulis, kita sudah menang karena kematian bukan kata akhir. Hal inilah yang akan terus kita kenang BKG dalam ingatan.

Robert Bala. Alumnus Universidad Pontificia de Salamanca Spanyol. Kolumnis pada harian Kompas.

Sumber: Flores Bangkit, 11 Desember 2013

Leave a comment