MEMBALIKAN RUANG KELAS


Membalikan Ruang Kelas

(Strategi Pembelajaran ‘Tatap Muka’ di era Pandemi)

Bila segala sesuatu berjalan seperti direncanakan, mestinya di Januari 2021, hampir semua sekolah di negeri ini melaksanakan pembelajaran tatap muka. Namun hal itu ditunda oleh kian naiknya penderita covid-19.

Tetpai mesti ditunda, suatu saat (entah cepat atau lambat) akan dilaksanakan pembelajaran tatap muka. Yang jadi pertanyaan: bagaimana melaksanakannya secara efektif dan efisien? Sebuah pertanyaan yang sangat realistis. Hadangan covid diperkirakan masih tetap akan menjadi momok yang menakutkan.

Pola Terbalik
Proses pembelajaran sebelum pandemi dan bahkan masih terus digandrungi guru bahkan selama pandemi adalah pola satu arah. Guru menjelaskan di depan kelas tentang materi dengan memberikan dsasar teoretis. Guru ingin menjamin bahwa konsep dasar itu bisa dipahami oleh setiap siswa.

Selanjutnya siswa diberi tugas untuk mengerjakan di rumahnya berbagai soal. Selanjutnya, kemampuan siswa akan diukur di kelas sejauh mana materi itu sudah meresap dalam diri siswa. Pelaksanaan ujian karena itu merupakan salah satu media untuk mencek sejauh mana konsep belajar itu telah dipahami. Darinya akan dijadikan umpan balik untuk merencanakan tindakan selanjutnya.

Pola seperti itu masih banyak digunakan di era pandemi. Penggunaan media synchronous dengan zoom atau aplikasi lainnya dipahami sebagai media untuk menyampaikan materi. Zoom karena itu hanya menjadi sebagai pengganti ruang kelas. Fase selanjutnya sama seperti yang dilakukan dalam kelas.

Pola di atas terbukti tidak efektif di era pandemi. Ia akan lebih tidak efektif lagi kalau diadakan kombinasi tatap muka dan online seperti diwacanakan untuk pembelajaran mulai Januari 2021. Untuk itu dianjurkan untuk dilakukan pembalikan ruang kelas atau flipped classroom.

Dalam metode ini, pola penjelasan yang biasanya dilaksanakan di sekolah beralih ke rumah. Jelasnya, di rumah, siswa diharapkan dapat mencermati konsep pembelajaran yang sebelumnya dijelaskan secara langsung oleh guru. Pada tahapan ini, pembuatan materi berupa PPt interaktif atau video pembelajaran menarik sangat penting.

PPt menarik bisa dilihat dari pengolahan bahan agar siswa dapat fokus pada gambar atau tulisan yang terseleksi dengan baik. Guru perlu menghindari sekadar mengcopy paste dari buku dan menyerahkan dalam bentuk dokumen. Selain itu, PPt yang ‘full’ dengan tulisan dan tidak ada jedah, hanya akan memunculkan kebosanan. Bisa dipastikan, saat mengamati PPt itu dalam ‘kesendian’ tanpa pemantauan guru, bisa dipastikan hanya sedikit siswa yang mengaksesnya.

Sementara itu video pembelajaran yang dimaksud tidak mesti harus menjadi karya sendiri guru. Banyak material yang bisa digunakan. Meski demikian di era digital seperti ini, para guru perlu memiliki target. Membuat video pembelajaran oleh guru dengan materi seperti gambar dan video yang dibuat secara kontekstual akan sangat menyapa.

Singkatnya, baik PPt maupun video perlu dibuat semenarik sehingga memunculkan rasa ingin tahu isinya. Darinya dapat diyakini bahwa ketika para siswa diizinkan untuk tatap muka dengan guru di sekolah, mereka telah memiliki minimal pengetahuan setelah menonton atau menyaksikan PPt maupun video pembelajaran. Dengan demikian, saat mengadakan tatap muka dengan guru yang diandaikan dilakukan dalam batas waktu yang sangat, dipastikan bahwa guru akan fokus menggagas pembelajaran kreatif dengan tujuan agar dapat dihasilkan karya kreatif.

Bila dilihat maka proses tatap muka yang singkat di sekolah (kalau diizinkan), akan difokuskan untuk melaksanakn aktivitas menarik. Mengacu kepada Taxonomy Bloom, maka waktu yang ‘terbats’ dapat digunakan untuk aktivitas mengevaluasi, menganalisis, dan menciptakan sesuatu. Di sini peran guru sebagai fasilitator akan sangat terlihat dan terasa.

Hal ini tentu berbeda dengan model pembelajaran sebelumnya hal mana ingin dibalikkan. Sebelumnya, pemaparan di sekolah lebih fokus pada kecakapan berpikir rendah seperti mengingat, memahami, dan menerapkan. Selanjutnya kepada siswa diminta untuk melakukan sesuatu yang interaktif di rumah dalam bentuk PR maupun tugas-tugas atau proyek.

Pembelajaran Bermakna

Pembuatan PPt dan video menarik sebenarnya mengingatkan para guru bahwa baik pembelajaran tatap muka maupun digital hanya merupakan sarana. Yang terpenting, bagaimana sarana itu dimaksimalkan sehingga dapat memungkinkan tersmapaikannya materi pembelajaran secara baik dan hadir bermakna bagi siswa.

Bila hal ini disepakati maka yang menjadi takaran kesuksesan belajar adalah sejauh mana siswa dapata menjadi kreatif. Diakui, kreativitas sebenarnya bisa terjadi kapan dan di mana saja sejauh para siswa telah dibekali sikap kritis yang cukup. Dengan demikian dalam keadaan apapun mereka sanggup menghasilkan sebuah karya menarik. Banyak orang hebat memproduksikan karya kreatif justru dalam suasana yang sulit. Dengan demikian covid-19 mestinya tidak saja jadi malapetaka tetapi bisa jadi berkat darinya bisa dihasilkan aneka karya.

Atas pemahaman ini maka pembalikan ruang kelas (flipped classroom) menjadi sebuah tuntutan yang harus dilaksanakan. Kondisi pandemi memaksa dan mengharuskan guru untuk kelaur dari pola lama yang satu arah dengan menekankan proses yang lebih mengejar ketercapaian pola berpikir rendah kepada pengoptimalan kecakapan berpikir yang tinggi.

Agar pola pembelajaran bermakna maka kreativitas guru dalam menciptakan media belajar yang menarik menjadi sangat penting. Memang media yang ada sudah difasilitasi secara digital. Seorang guru bisa mengambil aneka media yang sudah disiapkan. Tetapi harus diakui, banyak media yang dibaut berdasarkan settingan lokasi dan waktu yang berbeda.

Buku Pembelajaran Jarak Jauh, terbit di Gramedia Widiasarana Indonesia, Januari 2021

Seorang guru yang kreatif diharapkan dapat menciptakan media yang kontekstual. Artinya, ia mencari aneka media yang ada di sekitarnya. Dengan demikian para siswa yang hidup dalam era yang sama dan konteks yang sama dengan pendidik melihat bahwa apa yang ada di sekitarnya tidak jauh lebih baik dari yang dimiliki oleh orang lain.

Pembalikan ruang kelas juga mengingatkan bahwa yang jadi target baik guru, siswa, maupun orang tua (dan pemerintah) bukan pertanyaan kapan dilaksanakan pembelajaran tatap muka tetapi bagaimana memanfaatkan kondisi yang ada (apa adanya) untuk pembelajaran. Itu berarti pola penggunaan zoom atau aplikasi lainnya untuk menggantikan tatap muka memang sangat membantu. Tetapi jauh lebih penting melakukannya secara asynchronous dengan membautkan materi PPt menarik dan video yang interaktif.

Di sini terlihat bahwa situasi yang masih terus berlangsung malah semakin memprihatinkan dengan jumlah penderita covid tidak sedang ‘dilawan’ dengan melakukan pembelajaran tatap muka tetapi memunculkan kreativitas di tengah kondisi yang sama. Dengan kata lain, lebih mudah bagi kita untuk menyesuaikan pola kita daripada berusaha merubah suasana hal mana sulit dilaksanakan.

Inilah langkah bijak yang diharpakan bisa menghasilkan model pembelajaran bermakna yang tentu sangat dinanti-nantikan di era pandemi yang masih saja menjadi kekuatirkan kita.

Robert Bala. Pes buku Creative Teaching (Mengajar Mengikuti Kemauan Otak) dan Menjadi Guru Hebat Zaman Nnuliow (Grasindo, 2018) dan buku Pembelajaran Jarak Jauh secara Kreatif (Grasindo, 2021).

Sumber: Pos Kupang 12 Januari 2021